Sinergi mitigasi harus terus kita rawat. Pemerintah tumbuh dengan modernisasi teknologi, peningkatan pemantauan, dan kebijakan penanggulangan bencana yang adaptif.
Sementara masyarakat dan komunitas memperkuat kapasitas melalui komunikasi proaktif dan pelatihan kebencanaan. Karena ketangguhan lahir dari kebersamaan antara ilmu, sistem dan empati. #15therupsimerapi2010 #siagamerapi
26 Okt 2025
15 Tahun Erupsi Merapi 2010
21 Des 2024
Media dan Pemberitaan Bencana
Bencana sering kali membawa duka, namun di baliknya ada cerita penting yang perlu diketahui. Dalam video ini, kita akan menggali lebih dalam bagaimana media menyampaikan berita bencana, tantangan yang dihadapi, dan dampaknya bagi masyarakat. Saksikan storytelling dari seorang jurnalis tentang pengalamannya dalam meliput dan memberitakan daerah bencana khususnya Gunung Merapi.
(BPPTKG)
11 Nov 2024
Merapi 2010 VS Merapi 2024
4 Nov 2024
Kronologi Letusan Merapi 4 - 5 November 2010
Rabu malam, 3 November 2010
Badan Geologi sudah tidak bisa lagi menghitung jumlah kegempaan Merapi saking meningkatnya aktivitas, Frekuensi kegempaan termasuk Awan Panas ditulis "berentetan"
Kamis 4 November
Kegempaan dan Awan Panas masih terjadi dan berentetan.
22.30 WIB
Gemuruh kencang terdengar dari Merapi, Gemuruh didengar hingga jarak 40 km dari puncak, Warga mulai panik, Terutama yang tinggal di pengungsian.
23.00 WIB
Suara gemuruh terus terdengar dari Merapi, Di perbatasan Magelang-Yogyakarta. Gemuruh tersebut diduga berasal dari guguran material
23.40 WIB
Gemuruh dari Gunung Merapi terdengar sangat keras. Setelah bunyi itu, Camat Pakem Budiharjo menginstruksikan pengungsi direlokasi. Pengungsi dari tiga kecamatan langsung dipindahkan.
Jumat, 5 November pukul 00.30 WIB
Ratusan pengungsi dari Desa Krinjing yang mengungsi di Kecamatan Dukun, Magelang, yang mengungsi di Balai Desa Tlatar, Kecamatan Sawangan, Magelang malam itu dievakuasi menuju Balai Desa Deyangan, Kecamatan Mungkid, Magelang yang berjarak 30 km dari puncak.
00.45 WIB
Hujan kerikil mulai dirasakan warga, Setelah gemuruh keras disertai getaran cukup keras dari Gunung Merapi di perbatasan Magelang-Yogyakarta, Lereng Merapi mulai dijatuhi hujan kerikil. Ribuan pengungsi berbondong-bondong turun gunung menuju tempat yang lebih aman.
01.00 WIB
Zona radius bahaya diperluas menjadi 20 km. Zona bahaya diperluas setelah terjadi gemuruh keras dan hujan kerikil di Lereng Merapi. Staff Khusus Presiden Bidang Penanganan Bencana (saat itu), Andi Arief mendapat laporan dari Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Dr. Surono soal itu.
02.00 WIB
Puluhan ribu pengungsi Letusan Merapi memadati Stadion Maguwoharjo di Sleman, Yogyakarta. Sementara itu ribuan pengungsi lain tengah berbondong-bondong turun pos pengungsian menuju tempat relokasi pengungsian yang lebih jauh, mendekati pusat kota.
02.30 WIB
Kota Yogyakarta penuh dengan abu vulkanik, Sebagian warga terjaga karena takut terjadi apa-apa. Tebalnya abu vulkanik membuat proses evakuasi menjadi terhambat karena abu menutup kaca-kaca mobil. Jalur evakuasi juga gelap.
03.37 WIB
Korban luka mulai masuk ke RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Tak lama kemudian, Sejumlah jenazah tiba di rumah sakit.
05.59 WIB
Korban Merapi menjadi 40 orang, Puluhan lainya terkena luka bakar sangat gawat. Korban kebanyakan tinggal di jarak 17 km dari Merapi yang sebelumnya masuk zona aman. Rumah-rumah di Cangkringan terbakar.
26 Okt 2024
Hari Ini di Merapi, 14 Tahun Yang Lalu
Belajar dari Merapi, Tangguh di Era Kini!
#merapi2010 #flashbackmerapi #siagamerapi
Kronologi Erupsi Merapi Tanggal 26 Oktober 2010
Aktivitas vulkanik masih cenderung naik, pasca naiknya status menjadi "Awas" sejak sehari sebelumnya. Secara visual melalui kamera yang diletakkan di pos pengamatan lereng Merapi tidak bisa diamati langsung karena tertutup kabut tebal sejak beberapa jam sebelumnya. Bahkan pos-pos yang berada di lereng Merapi pun melaporkan bahwa mereka tidak bisa memantau secara visual. Komunikasi melalui jaringan radio HT.
Pukul 16.00 - 17.00 WIB
Ada peningkatan aktivitas cukup signifikan meliputi gempa vulkanik, multiphase (MP), guguran, dsb. Tapi masih dianggap belum 'cukup' berbahaya. Tak ada gambaran visual sama sekali. Semua hanya tergantung pada alat-alat. Sempat ada wawancara oleh sejumlah media nasional pada petugas terkait kemungkinan/skenario letusan yang akan terjadi.
Pukul 17.00 - 17.30 WIB
Terjadi lonjakan aktivitas vulkanik yang sangat tajam, terutama mulai pukul 17.02 WIB, yang ternyata adalah luncuran awan panas. Empat seismograf tadi semuanya mencatat amplitudo getaran yang sangat lebar (besar), bahkan jarumnya pun terlepas berulang kali. Petugas monitoring mulai sibuk dan panik luar biasa, apalagi karena besarnya amplitudo dan lamanya kejadian. Pos-pos pengamatan di lereng pun juga melaporkan demikian, hanya saja sama sekali tidak diketahui, apa itu awan panas / yg lain. Semua tertutup kabut tebal. Tak ada yang bisa menduga ada apa di balik kabut tebal itu.
17.30 WIB - 18.30 WIB
Kabut masih sangat tebal dan mulai gelap. Semakin sulit untuk mengetahui apa yang terjadi di Merapi. Empat seismograf masih saja mencatat getaran yang sangat besar (dan lagi-lagi beberapa kali jarumnya sampai lepas, dan gulungan2 kertasnya diganti cepat sekali - padahal normalnya 12 jam sekali). Petugas menyatakan ada 3 kali letusan & luncuran awan panas dan kemungkinan eksplosif menyebar ke segala arah. Petugas pusat memperintahkan pada semua petugas pos di lereng merapi untuk langsung meninggalkan pos, turun untuk evakuasi. Petugas juga menghubungi aparat-aparat di beberapa tempat, agar dilakukan evakuasi paksa untuk warga. Sirene di berbagai tempat dibunyikan. Jaringan radio HT mulai sangat crowded, begitu pula jaringan telepon di pos. Beberapa petugas terlihat sangat panik (menangis?), sembari terus berdoa dan bertakbir.
Pukul 18.30 - 19.00 WIB
Petugas pusat mengeluarkan pernyataan/informasi resmi pada media, tentang terjadinya letusan ini, serta fokus sekarang adalah pada proses evakuasi. Aktivitas vulkanik yang terdeteksi di seismograf mulai menurun, kecuali 1 seismograf di Plawangan/Turgo/Kalikuning. Petugas mengkhawatirkan daerah sekitar Kinahrejo (tempat mbah Maridjan), Kaliadem, dan sekitar lereng selatan Merapi.
Petugas di pos-pos pengamatan lereng Merapi naik kembali ke pos mereka (tapi beberapa masih dilarang untuk kembali untuk beberapa saat). Hujan kerikil dan abu mulai dilaporkan oleh pos-pos pemantauan, terutama di daerah barat daya Merapi. Bau belerang juga bisa dicium dari sekitar lereng. Aktivitas Merapi dipantau dari seismograf, terus cenderung turun, bahkan stabil normal tenang, walau beberapa kali kadang terjadi guguran material. Secara visual Merapi masih tertutup kabut, sehingga tidak ada bisa yang bisa melihat 'seberapa besar letusan, kemana arah awan panas, dsb'. Kondisi petugas mulai tenang, bahkan beberapa kali terlihat bercanda. Wartawan dan media masih terus standby di pusat pemantauan, dan beberapa menyusul naik ke Kaliurang.
Aftermath
Petugas BPPTK menyatakan Merapi sekarang ini sedang dalam kondisi tidur nyenyak setelah aktivitas tadi. Belum diketahui, apakah akan ada aktivitas vulkanik susulan lagi. Mereka sempat khawatir, jika yang terjadi tadi hanyalah/baru awal saja. Sebagaimana pola-pola erupsi Merapi yang sebelumnya, yang biasanya kecil dulu, lalu sedang, besar, berkurang, kembali ke normal lagi, dst. Titik api / aliran lahar juga belum bisa dikonfirmasi. Apa yang terjadi tadi lebih besar daripada yang terjadi tahun 2006.
Lokasi yang terkena letusan / awan panas petang tadi, kemungkinan besar daerah-daerah sekitar lereng Merapi, dalam radius 4-6 km, terutama lereng selatan.
11 Jul 2024
Kronologi Letusan Merapi 2006
![]() |
| Erupsi tanggal 29 Mei 2006 (Badan Geologi) |
Kronologi Letusan Merapi 2006
Awal Aktivitas (Januari - April 2006)
- Januari 2006: Peningkatan aktivitas vulkanik terdeteksi dengan peningkatan jumlah gempa vulkanik dan deformasi di tubuh gunung.
- Februari - April 2006: Aktivitas vulkanik terus meningkat dengan frekuensi gempa vulkanik yang lebih sering dan adanya inflasi di puncak Merapi.
Peningkatan Status (Mei 2006)
- 6 Mei 2006: Status Gunung Merapi dinaikkan menjadi "Siaga" (Level III).
- 12 Mei 2006: Status dinaikkan lagi menjadi "Awas" (Level IV), menunjukkan kemungkinan letusan besar.
Erupsi Utama (Mei - Juni 2006)
- 15 Mei 2006: Letusan besar pertama terjadi, menghasilkan aliran piroklastik yang mengalir ke arah selatan dan barat daya lereng Merapi.
- 27 Mei 2006: Gempa bumi berkekuatan 6,3 Mw mengguncang wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, meningkatkan ketidakstabilan di Gunung Merapi dan memicu lebih banyak aktivitas vulkanik.
- Juni 2006: Pertumbuhan kubah lava mencapai laju 100.000 meter kubik per hari dengan volume kubah baru mencapai 4 juta meter kubik. Pada 8 Juni, salah satu aliran piroklastik terbesar mencapai jarak 5 km ke arah tenggara.
Puncak Aktivitas (14 Juni 2006)
- 14 Juni 2006: Kubah lava yang berada di puncak runtuh, menghasilkan aliran piroklastik sejauh 7 km ke arah tenggara - selatan, mengubur desa Kaliadem. Akibat letusan ini menewaskan dua relawan yang terperangkap di dalam bunker.
- 14 Juni 2006: Kubah lava yang berada di puncak runtuh, menghasilkan aliran piroklastik sejauh 7 km ke arah tenggara - selatan, mengubur desa Kaliadem. Akibat letusan ini menewaskan dua relawan yang terperangkap di dalam bunker.
Penurunan Aktivitas (Juli - Agustus 2006)
- Juli 2006: Aktivitas vulkanik mulai menurun, meskipun masih terdapat aktivitas fumarol dan beberapa letusan kecil.
- Agustus 2006: Aktivitas Gunung Merapi mulai stabil dan menunjukkan penurunan yang signifikan. Status gunung secara bertahap diturunkan dari "Awas" ke "Siaga", dan akhirnya ke "Waspada".
Dampak Letusan Merapi 2006
- Korban Jiwa dan Kerusakan: Letusan ini menyebabkan beberapa korban jiwa dan kerusakan infrastruktur di sekitar gunung.
- Evakuasi: Ribuan penduduk di sekitar Gunung Merapi dievakuasi untuk menghindari dampak letusan.
- Dampak Lingkungan: Material vulkanik menyebabkan perubahan topografi dan kerusakan ekosistem di sekitar gunung.
| Gedung STIE Kerjasama, Jalan Porwanggan No. 549, Purwo Kinanti, Pakualaman, Kota Yogyakarta, roboh akibat gempa di Yogyakarta pada 26 Mei 2006. (Kompas/Davy Sukamta) |
![]() |
| Lautan material Erupsi Merapi, di Dusun Kaliadem. (Kompas/Wawan H Prabowo) |
![]() | ||
| Karena terkubur material, Bunker Kaliadem perlu digali dan di dinginkan dengan air. (Kompas) |
![]() |
| Jalur luncuran awan panas tahun 2006 dan 2010 (Dongeng Geologi) |
27 Mei 2024
Mengenang 18 Tahun Gempa Jogja 27 Mei 2006. Eling Sakdurunge Kelangan
Gempa bumi Yogyakarta Mei 2006 adalah peristiwa gempa bumi tektonik kerak dangkal yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Sabtu pagi, 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05:53:58 WIB selama 57 detik. Menurut BMKG gempa tersebut berkekuatan 5,9 pada Skala Richter. Sementara Survei Geologi Amerika Serikat melaporkan bahwa gempa terjadi sebesar 6,3 pada skala momen magnitudo, dengan kedalaman 12,5 km (8 mi), Gempa tersebut berpusat di Sesar Opak.
Sesar Opak adalah salah satu sesar aktif yang berada di wilayah Yogyakarta, Indonesia. Sesar ini merupakan patahan geologi yang memiliki potensi untuk menyebabkan gempa bumi. Sesar Opak dikenal karena aktivitas seismiknya yang signifikan dan pernah menjadi penyebab gempa bumi besar di Yogyakarta pada tahun 2006.
![]() |
| Ilustrasi episentre gempa, Sumber : iNews |
Lokasi gempa menurut Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia terjadi di koordinat 8,007° LS dan 110,286° BT pada kedalaman 17,1 km. Sedangkan menurut BMKG, posisi episentrum gempa terletak di koordinat 8,26° LS dan 110,31° BT pada kedalaman 33 km yang disiarkan sesaat setelah terjadi gempa. Setelah data dari berbagai Stasiun yang dipunyai jejaring BMKG dan dilakukan perhitungan, pembaruan terakhir BMKG menentukan pusat gempa berada pada 8.03 LS dan 110,32 BT (pembaruan ke tiga) pada kedalaman 11,3 km dan kekuatan 5.9 SR Mb (Magnitude Body) atau setara 6.3 SR Mw (Magnitude Moment). USGS memberikan koordinat 7,977° LS dan 110,318 BT pada kedalaman 35 km. Hasil yang berbeda tersebut dikarenakan metode dan peralatan yang digunakan berbeda-beda.
Secara umum posisi gempa berada sekitar 25 km selatan–barat daya Yogyakarta, 115 km selatan Semarang, 145 km selatan–tenggara Pekalongan, dan 440 km timur-tenggara Jakarta. Gempa juga dapat dirasakan di Solo, Boyolali, Semarang, Purworejo, Kebumen dan Banyumas. Getaran juga sempat dirasakan sejumlah kota di provinsi Jawa Timur seperti Kabupaten Madiun, Kediri, Trenggalek, Ponorogo, Magetan, Pacitan, Blitar dan Surabaya. Gempa juga dirasakan di sebagian wilayah kecamatan di Ngawi
| IX : Klaten, Bantul |
|---|
| VIII : Kota Yogyakarta, Sleman |
|---|
| VII : Parangtritis |
|---|
| VI : Wonosari, Wates |
|---|
| V : Surakarta, Sukoharjo |
|---|
| IV : Salatiga, Blitar, Kebumen |
|---|
| III : Surabaya, Semarang, Malang |
|---|
| Guncangan gempa terkuat berada di Kabupaten Bantul dan Klaten, dengan skala MMI IX (Hebat), dimana bangunan yang terbuat dari batu bata hancur, disusul oleh Kota Yogyakarta dan Sleman dengan skala MMI VIII (Parah) lalu Pantai Parangtritis dengan skala MMI VII (Sangat kuat), di Wonosari, Wates, Kulon Progo mencapai skala MMI VI (Kuat). |
|---|
| Secara keseluruhan, sebelas kabupaten, dengan jumlah penduduk 8,3 juta jiwa terkena dampaknya, Kabupaten Bantul, Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo, Klaten, dan Kota Yogyakarta adalah kabupaten yang paling terkena dampaknya. Lebih dari 5.700 orang tewas dalam guncangan pagi hari, 30.000 orang terluka, dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Total kerugian finansial akibat peristiwa ini diperkirakan mencapai Rp 29,1 Triliun (USD$3,1 miliar), dengan 90% kerusakan berdampak pada sektor swasta (perumahan dan bisnis swasta) dan hanya 10% berdampak pada sektor publik. Kerusakan menyumbang sekitar setengah dari total kerugian dan perbandingannya dengan kerusakan akibat bencana Gempa bumi dan tsunami di Aceh setelah Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004. Kerusakan di Jawa Tengah jauh lebih parah dibandingkan daerah lain, karena faktor konstruksi di bawah standar dan kepadatan penduduk yang tinggi, namun di sisi lain, kerusakan infrastruktur sangat kecil. |
|---|
| Situs-Situs kuno di Kota Yogyakarta pun tak luput dari kerusakan gempa, Diantaranya : |
|---|
| Candi Prambanan mengalami kerusakan yang cukup parah dan ditutup sementara untuk diteliti lagi tingkat kerusakannya. Kerusakan yang dialami Candi Prambanan kebanyakan adalah runtuhnya bagian-bagian gunungan candi dan rusaknya beberapa batuan yang menyusun candi Makam Imogiri juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Beberapa kuburan di Imogiri amblas, lantai-lantai retak dan amblas, sebagian tembok dan bangunan makam yang runtuh, juga hiasan-hiasan seperti keramik yang pecah. Salah satu bangsal di Kraton Yogyakarta, yaitu Bangsal Trajumas yang menjadi simbol keadilan ambruk. Candi Borobudur yang terletak tak jauh dari lokasi gempa tak mengalami kerusakan berarti Objek Wisata Kasongan mengalami kerusakan parah seperti Gapura Kasongan yang patah di kiri dan kanan gapura dan ruko-ruko kerajinan keramik yang sebagian besar rusak berat bahkan roboh |
|---|
![]() |
| Oleh Gunawan Kartapranata - Karya sendiri, CC BY-SA 4.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=98140411 |
| |
|---|
| RINGKASAN : |
|---|
| Episentrum : 7.961°S 110.446°E |
|---|
| Waktu Terjadi : 27 Mei 2006 05:53:58 WIB (Sekitar 18 Tahun lalu) |
|---|
| Lama Terjadi : 57 Detik |
|---|
| Kekuatan (Mw) : 6,3 Mw |
|---|
| Kedalaman : 12,5 KM |
|---|
| Intensitas Maksimal : IX (Terjadi di wilayah Klaten dan Bantul) |
|---|
| Berpusat di : Sesar Opak |
|---|
| Kordinat : 8,26° LS dan 110,31° BT |
|---|
| Korban Dan Kerugian : 5,778–6,234 Meninggal Dunia 38,568–137,883 luka-luka, Rp29 triliun |
|---|
| Sumber Artikel : |
|---|
| -id.Wikipedia |
|---|
| -iNews |
|---|
Artikel ini telah tayang di yogya.inews.id dengan judul " 15 Tahun Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006, BMKG: Ada 6.000 Korban Jiwa ", Klik untuk baca: https://yogya.inews.id/berita/15-tahun-gempa-yogyakarta-27-mei-2006-bmkg-ada-6000-korban-jiwa.
Download aplikasi Inews.id untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
https://www.inews.id/ap
Artikel ini telah tayang di yogya.inews.id dengan judul " 15 Tahun Gempa Yogyakarta 27 Mei 2006, BMKG: Ada 6.000 Korban Jiwa ", Klik untuk baca: https://yogya.inews.id/berita/15-tahun-gempa-yogyakarta-27-mei-2006-bmkg-ada-6000-korban-jiwa.
Download aplikasi Inews.id untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
https://www.inews.id/ap
11 Mei 2024
Jejak Letusan Merapi 2010
| Lapisan tanah |
Lapisan - lapisan pasir yang menjadi saksi bisu kedahsyatan Letusan
Merapi 2010. Lapisan - lapisan pasir ini tentu masih ada jika anda
menggali diseputar lereng Merapi yang tak terjamah aktivitas manusia
selama kurun waktu 14 tahun terakhir. Lapisan tanah ini berkisah tentang
tahap - tahap Letusan Merapi 2010 silam.
Tahap Pertama (Stage 2)
Pada 25 - 26 Oktober 2010 saat kubah lava penyumbat kawahnya sekaligus meledakkan energinya mendatar kearah selatan. Dua lapis seruakan (surge) menjadi penanda sekaligus indikasi bahwa letusan kala itu merupakan bentuk letusan yang berbeda dibandingkan Letusan Merapi sebelumya.
Tahap Kedua (Stage 3)
Terjadi saat 26 Oktober - 05 November 2010. Kala itu Letusan Merapi berfluktuasi meski lebih "kalem" dibandingkan tahap pertama.
Tahap Ketiga (Stage 4)
Pada 05 November 2010, Merapi mencapai puncak letusanya yang super dahsyat. Tahap ini berlanjut tanpa putus.
Tahap Keempat (Stage 5)
Saat sisa - sisa kubah lava dipuncak rontok dan mengalir bersama awanpanas dan lava pijar.
Letusan Merapi 2010 mengeluarkan 150 Juta M3 Materi letusan. Menjadikanya letusan terdahsyat se-Indonesia dalam kurun waktu seperempat abad terakhir pasca letusan G.Galunggung pada tahun 1982 - 1983. Mengacu pada sejarahnya, Dari saat ini masih butuh waktu minimal setengah abad lagi sebelum salah satu gunung berapi teraktif sedunia itu kembali meletus layaknya letusan 2010.
Sumber :
Wedus Gembel, Awanpanas Merapi
Wedus Gembel
ditulis oleh : SR.Wittiri
Gelegar suara benturan bebatuan yang menggelinding diselingi dengan desiran semilir angin melengkapi serenade yang tengah berlangsung di lereng Merapi menciptakan suasana magis.
Percikan api dari lava pijar bagaikan kilat yang menyambar menerangi gelapnya malam melengkapi resahnya gundah hati penduduk. Itu adalah simfoni klasik yang digelar secara berkala setiap 4 atau 5 tahun sekali, di kala Merapi meletus. Gemuruh gelinding bebatuan ibarat hentakan ratusan kuda perang yang berlari kencang menerbangkan debu dan memercikkan pijaran api, apapun yang berada dihadapannya akan diterjang tanpa ampun. Gulungan ombak bermuatan debu hingga bongkah bersatu padu dalam satu adonan bersuhu tinggi dengan tekanan turbulensi yang amat dahsyat menyusuri lereng dengan kecepatan melampaui jet, bagaikan awan yang melayang rendah, itulah awan panas.
Gambaran di samping adalah perpaduan antara suasana magis dan ketidakpastian yang muncul bersamaan dalam satu kesatuan waktu di Lereng Merapi
Gunung api yang sangat aktif ini memerlukan perhatian dan kesiapan fisik serta mental, bahkan intuisi karena selalu saja terjadi perubahan dari hari ke hari, bahkan detik demi detik, terutama dalam keadaan krisis vulkanik. Terlambat mengetahui perubahan yang ada berarti kehilangan informasi. Demikian pentingnya suatu informasi karena akan berkaitan dengan kebijakan yang diambil menyangkut kehidupan ribuan penduduk yang menggantungkan hidupnya di Lereng Merapi. Di sana ada penambang pasir batu, ada ibu dan anak yang mencari kayu bakar, ada peternak yang mencari rumput dan menggembalakan hewan, ada petani yang menyiangi ladang, terdapat banyak komunitas manusia dengan berbagai aktivitas dan kepentingan. Semuanya memerlukan perlindungan tanpa kecuali.Awan panas, istilah yang mengerikan bagi para vulkanolog. Mengapa demikan? Karena awan panas adalah campuran material letusan berupa abu, pasir hingga bongkah dalam satu adonan yang jenuh menggulung secara turbulensi karena densiti dan suhunya yang tinggi (300 – 700o C) menyusuri lereng bagaikan awan yang melayang sangat cepat (> 70 km per detik) (note koreksi, mungkin maksudnya 70 m/detik), tergantung kemiringan lereng.Dalam tulisan ini proses terjadinya awan panas mengambil contoh kasus Letusan Merapi Tahun 2001, salah satu letusan yang berhasil diprediksi dengan baik, lebih banyak ditampilkan dengan gambar agar lebih mudah dipahami.
Awan Panas Merapi
Apabila berada di Kota Yogyakarta dan sekitarnya, puncak Gunung Merapi senantiasa terlihat dengan jelas terutama bila cuaca sedang bersahabat. Gunung api yang sangat aktif ini berdiri megah melingkupi beberapa daerah kabupaten di Daerah Istimewa Yoyakarta dan Jawa Tengah.
Secara berkala setiap 4 atau 5 tahun sekali Merapi meletus. Sesungguhnya letusannya tidak terlalu besar bila dibanding dengan letusan gunung api yang beristirahat lama, misalnya Letusan 1982 Gunung Galunggung, Jawa Barat atau Letusan 1998 Gunung Colo Sulawesi Tengah. Yang istimewa dari letusan Gunung Merapi adalah tipe letusannya yang sangat khas yang dikenal dengan Letusan Tipe Merapi (Merapi Type Eruption). Ciri khasnya adalah awan panas guguran.
Secara rinci berdasarkan vulkanologi (ilmu kegunungapian) Letusan Tipe Merapi dapat diterangkan sebagai berikut:
Menurut para ahli bahwa Merapi memiliki 2 (dua) kantong magma, masing-masing di kedalaman > 30 km dan < 5 km di bawah puncak. Kantong-kantong ini mendapat pasokan magma dari dapur magma yang terletak jauh di bawah permukaan pada kedalaman > 60 km. Secara fisika diterangkan bahwa benda panas yang berada di sekeliling benda yang relatif lebih dingin cenderung terdorong. Magma yang mempunyai suhu > 700oC akan bermigrasi secara vertikal melalui celah lapisan batuan dan pada akhirnya akan masuk ke dalam kantong yang ada di atasnya.
Proses tersebut berlaku pula di Merapi. Pasokan magma dari dapur hingga mencapai kantong pertama tidak pernah berhenti. Migrasi magma dari kantong pertama ke kantong kedua memerlukan waktu. Apabila kantong kedua sudah terisi penuh, maka magma akan menerobos batuan penutup yang ada di puncak. Dalam upayanya tersebut, tidak ada cara lain kecuali membongkar batuan penutup hingga terbuka peluang magma mengalir ke permukaan.
Ketika proses pembongkaran batuan penutup tersebut berlangsung, mulai terjadi guguran bebatuan. Makin lama volumenya kian membesar hingga akhirnya tercampur dengan magma yang masih segar, pertanda bahwa fluida magma sudah berhasil mencapai permukaan.Secara kasat mata dapat disaksikan gulungan ombak bebatuan turun dari puncak mengikuti lereng. Pada malam hari dengan jelas terlihat percikan lava pijar, bahkan gulungan bola api menggelinding liar. Apabila volume guguran bebatuan ini semakin besar, maka tercipta adonan berbagai ukuran material bersatu padu dengan gas dan menghasilkan awan panas. Istilah awan dipergunakan untuk menggambarkan betapa adonan bebatuan panas tersebut tidak saja menggelinding, tetapi sebagian melayang bagaikan awan di atas puncak menerjang ke bawah. Karena kenampakannya seperti bulu domba, maka penduduk Lereng Merapi menyebutnya dengan “wedhus gembel” yang artinya bulu domba.
Kalau tekanan magma sudah melemah sementara suplai masih berlangsung, maka kejadian guguran akan berkurang dan pada akhirnya magma tidak lagi tumpah ke lereng, tetapi membeku di puncak dan membentuk tonjolan yang dikenal dengan kubah lava. Oleh karena itu di puncak Merapi banyak terdapat kubah lava yang terbentuk setiap akhir letusan. Dalam perjalanan waktu, adakalanya kubah tersebut terbongkar oleh desakan magma yang datang kemudian dan membentuk kubah yang baru.
Dari sisi vulkanologi, migrasi fluida magma tidak pernah berhenti. Apabila kantong bagian atas sudah kosong karena letusan, maka menunggu pasokan berikutnya dari bawah. Waktu pengisiandari kantong bagian bawah hingga ke atas memerlukan waktu relatif,
antara 4 hingga 5 tahun. Itulah sebabnya Gunung Merapi giat setiap
periode waktu tersebut.
Penulis adalah Ketua Dewan Redaksi Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi (JLBG).
Sumber : Majalah Badan Geologi, Dongeng Geologi
10 Mei 2024
Endapan Awanpanas Merapi
![]() |
| Awanpanas Merapi yang sedang menuruni lereng |
Material endapan awanpanas ini memiliki ciri khusus karena dibentuk secara genesa yang yang unik. Materialnya terdiri atas material guguran akibat runtuhnya kubah lava di kepundan. Material ini bercampur dengan material lain yang ikut terbawa selama transportasinya.
Piroklastik berada pada bagian dasar yang terdiri dari bongkahan, kerakal, kerikil pasir hingga debu. Meluncur dibagian bawah sambil mengerosi batuan yang dilewatinya. Saat luncuran itu terjadi bercampurlah batuan yang sudah ada sebelumnya dengan batuan yang masih panas.
Pada bagian atas dari luncuran ini terdiri dari debu bercampur gas-gas membentuk dan menyelimuti sehingga mirip seperti gumpalan awan.
Perbedaan awan hujan dan awan panas.
Awan hujan merupakan uap air yang akan menjadi hujan apabila mengalami kondensasi. Awanpanas terdiri dari pasir, debu dan gas karena erupsi gunungapi.
Endapan Awanpanas
Batuan piroklastik awanpanas, sering dijumpai tidak hanya satu tubuh saja, tetapi memiliki penampakan seperti berlapis atau bertumpuk-tumpuk. Karena proses pengendapannya juga tidak sekaligus, tetapi dalam beberapa kali luncuran awanpanas (priokalstik).
Proses deposisi atau proses mengendapnya aliran piroklastik ini sangat cepat. Ketika energinya berkurang langsung mengendap. Bongkah batuan besar dapat saja terlihat mengambang diantara butiran serta bongkahan yang lebih kecil. Sedangkan lahar hujan yang berupa debris flow aliran runtuhan (debris) bercampur air maka akan memiliki sortasi lebih bagus. batuan yang besar akan cenderung berada dibawah pada endapan lahar hujan.
Arang atau batang pohon sangat mungkin dijumpai baik pada endapan prioklastik maupun endapan lahar. Hanya terdapat sedikit perbedaan dimana lahar hujan arang akan berada bagian atas dari satu perlapisan. Sedangkan pada endapan piroklastik kayu serta arang dapat sijumpai juga mengambang.
Proses erosi ketika hujan seringkali dapat memperlihatkan batas-batas episode erupsi dengan lebih jelas. Tingkat pembatuan satu ‘lapisan’ dengan ‘lapisan’ yang lain seringkali memiliki kekerasan batuan yang berbeda. Air telah membantu kita dalam mengidentifikasikan masing-masing episode luncuran yang tercermin dalam lapisan. Seperti yang terlihat dibawah ini.
Disebalah kanan ini gambaran grafis perbedaan serta kemiripan kedua proses yang akan seringdijumpai di setiap gunung berapi.
Proses debris flow atau lahar hujan akan selalu mengikuti setelah proses pyroclastic flow.
Dalam sebuah artikel penelitian tentang lahar hujan disebutkan jumlah banjir lahar hujan yang menerpa sungai Boyong, Bedok dan Bebeng 1994-1995, 50 kali dengan durasi antara setengah jam sampai 1,5 jam. Waktu itu (November 1994) guguran lava hanya menghasilkan material sebesar 3,5 jt meter kubik dan 2,5 jt meter kubik diantaranya ada di hulu sungai boyong.
Kalau kita bandingkan dengan erupsi tahun 2010, yang konon mengeluarkan material sebesar 140 jt meter kubik, jumlah material tahun 1994 relatif tidak besar, dan itu pun sudah menghasilkan frekuensi banjir lahar yang banyak.
Proses erosi membantu menunjukkan batas lapisan episode luncuran. Erosi ini membentuk alur-alur baru yang sering mempengaruhi pengaliran sungai-sungai serta topografi dari gunungapi.
Dengan melihat proses yang sedang terjadi, batuan yang dihasilkan serta melihat endapan yang sama yang ada jauh sebelumnya dapat dipergunakan untuk sarana belajar bagaimana menghubungkan endapan purba dengan proses sejarah serta aktifitas Merapi Purba.
Dengan salah satu cara seperti ini para ahli vulkanologi memperkirakan bagaimana sejarah gunung berapi.Sumber : Dongeng Geologi, Mount Merapi





















